Bimbingan Belajar Unika Central College
Jl. Hikmah No. 101 Rt 30
Banjarmasin
Komplek Banua Permai, Jl. Gunung Permai Selatan IV Blok F No.3 Cempaka Banjarbaru
Membicarakan tentang perempuan maka
bayangan kita bahwasanya perempuan merupakan sosok yang penuh dengan kelembutan
dan kasih sayang. Di dalam diri seorang
perempuan memang telah diciptakan sebuah naluri keibuan dan kasih sayang yang
melekat dalam dirinya. Perempuan
merupakan sosok lembut yang didalamnya terdapat setumpuk kekuatan untuk
melakukan sebuah perubahan. Dalam diri
seorang perempuanlah lahir generasi-generasi penerus kehidupan ini. Tersirat sebuah istilah lewat buaian tangan
seorang perempuanlah kemajuan atau kemunduran suatu zaman bisa terjadi. Maksud lain dari istilah tersebut bahwasanya
didikan seorang perempuan atau seorang ibu terhadap seorang anak yang bisa
menyebabkan kemajuan ataupun bahkan kemunduran suatu zaman. Perempuan-perempuan
yang terus berusaha menciptakan dan mengkreasikan kualitas dirinya untuk
mendidik generasi penerus ini, lewat kualitas didikan merekalah kemajuan zaman
akan terjadi bahkan meningkat sebaliknya bagi perempuan yang lemah dengan
kualitas diri maka didikan untuk generasi penerus juga akan lemah kualitas
sehingga kemunduran bahkan kehancuran zaman bisa dengan mudah terjadi.
Sekarang ini aku juga mulai
memainkan sebuah peran untuk anak-anak yaitu sebagai salah satu pendidik untuk
mereka anak-anak yang membutuhkan tambahan belajar selain di sekolah. Sejak dulu aku memang mencita-citakan ingin
mempunyai sebuah tempat untuk anak-anak belajar tambahan. Cita-cita ini akhirnya terwujud setelah aku
menikah dan mendapat dukungan penuh dari suami.
Aku mulai berhenti kerja dan mulai merintis cita-citaku ini. Banyak yang menyayangkan atas keputusanku
untuk berhenti kerja dan memulai sesuatu yang baru padahal belum tentu akan
berhasil dengan sukses. Namun,
pandanganku waktu itu bukan kesuksesan dunia dan materi yang aku harapkan
melainkan kesuksesan ilmu dan pahala yang akan terus mengalir dari ilmu yang
bermanfaat.
Awal
mula merintis impian besar ini di mulai dari titik nol. Sebuah permulaan yang sangat sulit, namun
kesulitan itu seakan terkelupas habis oleh sebuah tekad mulia dalam benak
ini. Aku sangat termotivasi untuk
mewujudkan impian ini apalagi dukungan besar dari pasangan jiwaku sangatlah
tinggi. Darinya aku mendapat semangat
juang untuk terus maju dengan impianku bahkan impian ini tidak hanya impianku
semata melainkan juga impian kami berdua.
Impian sederhana namun sarat akan makna.
Sebuah
lembaga kecilku pun mulai berdiri.
Lembaga pendidikan atau tempat bimbingan belajar buat anak-anak yang
ingin memanfaatkan hari dan waktu mereka untuk lebih banyak lagi belajar
mengasah keilmuan selain di sekolah. Di awal
tempat bimbingan belajar ini dibuka, tidaklah seperti lembaga-lembaga besar
lainnya yang langsung banyak peminat.
Bahkan mungkin banyak pembicaraan kasar terjadi dibelakangku. Aku sadar tempat untuk belajar anak-anak ini
bukanlah tempat yang luas dan mewah dengan segala fasilitas seperti halnya sebuah
lembaga pendidikan yang besar. Melainkan
tempatku ini hanyalah sebuah rumah tempat tinggal dengan segala keterbatasan
yang ada. Namun, hal itu tidaklah
menyurutkan langkahku. Niatku tulus hanya ingin membantu anak-anak sekolah yang
sedikit bermasalah bahkan sangat bermasalah dengan serba-serbi pelajaran di
sekolah mereka. Targetku waktu itu juga
tidaklah anak-anak orang kaya melainkan anak-anak yang kurang mampu tetapi
mereka punya segudang keinginan mendapatkan bimbingan dan pelajaran tambahan
laksana anak-anak orang kaya yang dengan mudah masuk di lembaga besar dengan
bayaran yang setinggi langit.
Bermodal
ilmu pengetahuanku sebagai seorang guru karena dulu aku pernah jadi guru di
sebuah sekolah besar di kotaku, maka aku semakin kuat tekad bahwa aku pasti
bisa menjalaninya. Berjalannya waktu, anak-anak
sekitar rumah tempat tinggalku satu persatu mulai ikut dalam bimbingan
belajar. Aku berusaha menjadi guru
sekaligus teman terbaik buat mereka.
Siswanyapun tidaklah banyak hanya sekitar 3 orang. Dari segi administrasi pembayaran bulanannya
aku tidak terlalu membebankan buat orang tua mereka. Sebagian dari mereka ada bayar dengan cicilan
bahkan ada yang menunggak beberapa bulan.
Kadang hatikupun merasa tidak nyaman kalau mereka harus terbebani dengan
pembayaran bulanan, apalagi untuk sekolah-sekolah sekarang ini sudah gratis
dari segi pembiayaan SPP. Tapi, biarlah kalau mereka tetap memberikan itu. Hanya saja uang-uang yang aku kumpulkan dari
mereka itu aku belanjakan untuk keperluan mereka juga seperti halnya buku pelajaran
dan yang lainnya. Karena dalam hal ini
aku tidak mendapat bantuan dana ataupun subsidi dari manapun. Sebagian besar dari mereka kadang tidak
mempunyai buku pelajaran. Buku pelajaran
dari sekolah tidak dibolehkan untuk di bawa pulang kerumah, jadi bagi mereka
yang tidak membeli buku pelajaran maka mereka tetap bisa belajar dengan
buku-buku yang aku sediakan.
Bermodalkan
seperangkat komputer aku juga mulai mengenalkan pada mereka tentang luasnya
dunia lewat internet. Anak-anak itu
sangat antusias, karena aku tahu jangankan bermain facebook dan chatting
memegang mouse komputer saja mereka sangat grogi. Melihat hal ini terbukti kalau mereka belum
sama sekali bersahabat dengan dunia komputer dan yang lainnya. Didikan-didikan positif terus kuajarkan untuk
mereka tentang dunia maya, karena aku juga tahu akibat kecanggihan dunia maya
banyak anak-anak yang terpedaya ke hal negatif.
Aku tidak ingin hal ini terjadi pada anak-anak didikku yang masih
terlihat sangat polos. Kecanggihan dunia
maya harus bisa dimanfaatkan untuk hal positif, maka gerbang dunia luas pasti
akan terbuka lebar apabila bisa memanfaatkannya dengan baik.
Potensi
dan bakat anak-anak terus aku gali dan diasah. Anak-anak itu meskipun keluarga
mereka terkebelakang dari segi ekonomi ternyata dari segi kemampuan otak mereka
tidak kalah dengan anak-anak lainnya yang keluarga mereka lebih mapan dengan
segala fasilitas pendidikan yang cukup tersedia baik di rumah maupun di luar
rumah.
Karakter
setiap anak didikku ini sangatlah bervariasi.
Mereka dibesarkan di lingkungan yang berbeda-beda bahkan mereka ada yang
hidup di lingkungan yang keras. Adab
sopan santun kadang terlupakan begitu saja. Oleh karena itu, aku merasa tanggung jawabku
akan semakin bertambah. Aku tidak ingin
mereka hanya berhasil dan hebat dari segi intelektual tetapi kalah dan mundur
dari segi moral. Dalam memperbaiki moral
inilah istilah “seribu wajah” aku terapkan.
Ada kalanya aku harus berwajah manis supaya anak-anakku terus senang
dalam belajar, ada kalanya juga aku harus berwajah marah ketika mereka mulai
berbuat ulah. Marah dalam batas yang
wajar, seperti membuat kolom teguran dengan ikon marah, bintang merah dan lain-lain.
Kadang dalam hal ini aku tidak perlu berteriak keras-keras menegur mereka yang
lagi ribut cukup kutempelkan ikon marah atau bintang merah di kolom siswa maka
mereka akan segera tahu kalau aku lagi tidak suka dengan tingkah mereka maka
mereka akan segera untuk berdamai karena bagi mereka yang tidak mau berdamai dan
saling bermaafan maka akan kehilangan “senyum sang matahari” (semacam ikon
reward untuk-anak yang baik dan mengikuti pelajaran dengan
sunguh-sungguh). Ada kalanya aku juga
harus berwajah laksana Panglima Sudirman yang berapi-api mengobarkan semangat
supaya anak didikku semangat dalam belajar dan berkompetisi untuk menjadi yang
terbaik. Masih banyak lagi wajah-wajah lainnya yang harus bisa aku ekspresikan
untuk mereka. Menyelami kehidupan anak-anak itu sangatlah rumit bagi seorang
perempuan atau ibu yang kurang mau untuk belajar dunia anak-anak. Akupun terus belajar untuk bisa terus
mendalami semua karakter mereka.
Waktu terus berjalan, Sekarang
jumlah anak didikku sudah bertambah banyak sekitar 40 orang. Untuk mengatasi
semua ini aku juga sudah dibantu beberapa teman untuk mengajar. Meskipun masih berupa lembaga kecil namun aku
tetap terus berusaha mengutamakan hak-hak semua pengajar disini. Dalam hal itu, aku terus menanamkan tentang hak
dan kewajiban bagi guru-guru yang menbantu untuk mengajar. semua hak dan kewajiban harus bisa berjalan
dengan seimbang supaya semua lancar.
Satu hal yang tetap kupegang dari awal yaitu baik aku maupun suamiku
yang mengelola lembaga kecil ini tidaklah mencari keuntungan besar dalam hal
ini. Niat awalku masih seperti waktu
pertama lembaga ini didirikan yaitu menjadikan anak-anak semakin cerdas dan
pintar dalam segala bidang intelektual dan moral.
Ketika
anak-anak mulai disibukkan dengan persiapan Ujian Nasional. Samahalnya dengan anak-anak didikku di
bimbingan belajar ini. Dalam setiap
tujuan sebuah target harus ditentukan, sama juga dengan persiapan Ujian
Nasional. Berbagai program dan metode belajar
mulai kujalankan dibantu oleh guru-guru yang lain. Kadang terbersit kekhawatiran dalam benakku,
akankah nantinya mereka mampu mendapat nilai-nilai yang baik. Sebagian besar anak-anak didikku ini sangat
sedikit mendapatkan pelajaran tambahan untuk persiapan ujian dari sekolah
mereka. Jadi para orang tua mereka
sangat menaruh harap padaku dan teman-teman guru lainnya. Bagi anak-anak orang kaya berbagai macam try
out untuk Ujian mereka ikuti dengan variasi biaya yang cukup tinggi. Namun, aku berusaha membuang jauh-jauh
ketakutan itu. Banyak dukungan dari
orang-orang yang aku sayangi kalau aku pasti bisa menjalankan semua program
yang ada. Dan untuk itu aku harus
percaya diri. Semua usaha dan doa sudah
aku lakukan untuk anak didikku yang mulai menjalani ujian.
Sebuah
hasil yang sangat memuaskan. Hampir 80%
anak-anak didikku mendapatkan nilai diatas rata-rata bahkan ada yang mencapai
nilai tertinggi dan berhasil masuk di sekolah favorit dikotaku. Sebuah pencapaian yang membuat aku menitikkan
air mata. Sebuah usaha yang semakin
memicu semangatku untuk terus ada bagi mereka.
Karena aku sangat yakin, anak-anak itulah para generasi bangsa yang
selama ini ditunggu-tunggu untuk terus melakukan perubahan dan kemajuan. Dan aku juga terus menyakinkan diri, mereka
akan semakin hebat untuk bangsa ini apabila orang-orang yang mendidik mereka
mempunyai kualitas moral yang hebat pula.
Peran seorang perempuan laksana seorang ibu dengan buaian kasih sayang
dan ketegasan harus terus melekat dalam diri kita bahkan harus terus melekat
dalam diri semua perempuan Indonesia karena kelak perempuan itulah yang menjadi
pendidik pertama buat generasi bangsa ini.
Niat terakhir yang sampai saat ini belum tercapai yaitu aku ingin
mempunyai tempat yang lebih luas lagi sehingga aku mampu menampung banyak anak
untuk belajar lebih kreatif.
Tidak ada komentar
Posting Komentar