TAK kenal maka tak sayang. Ungkapan itu sudah sangat familiar di telinga kita, namun kita tidak pernah tahu sudah seberapa familiar juga ungkapan itu terealisasi dalam kehidupan kita.
Sebuah tuntutan yang mesti diperhatikan, diaplikasikan dan harus benar-benar dijiwai dalam diri kita semua. Sekian hari sudah anak-anak mulai mengenyam pendidikan di bangku sekolah.
Dari situlah peran semua pihak mulai berjalan. Lingkungan keluarga, sekolah bahkan masyarakat harus bersinergis, karena kita tahu dan yakin lewat anak-anak itulah sebuah kejayaan negeri akan tercipta.
Di sisi lain, kita ketahui potret buram pendidikan telah muncul. Pergaulan yang bebas mulai memengaruhi kehidupan anak-anak. Jarang orangtua bisa mengendalikan semua itu apabila tidak dibantu oleh yang lain.
Mendidik anak memang memerlukan seni tersendiri. Oleh karena itu, alangkah bagusnya para pendidik, baik itu orangtua, guru, maupun masyarakat mengetahui seninya mendidik anak, sehingga bisa memahami dunia mereka dengan baik.
Banyak kiat dan cara mendidik anak yang harus dikuasai para pendidik, bukan sekadar mendiktekan nilai ini dan itu kepada anak tanpa melakukan kiat-kiat yang baik dan efektif. Kegagalan pendidikan anak justru banyak diakibatkan oleh kelemahan pendidik dalam menguasai seni pendidikan yang baik.
Ada sebagian orantua maupun guru mendidik anak dengan kekerasan. Sebaliknya, ada juga yang mendidik terlalu lunak, longgar dan bebas. Sedikit sekali pendidik yang menyeimbangkan dua tipe tersebut, padahal cara yang moderat dan pertengahan itulah yang mampu melahirkan tokoh masyarakat yang unggul dalam berbagai bidang.
Bahasa kekerasan yang digunakan sebagai metode pendidikan, bisa menimbulkan tekanan dan pukulan psikologis dalam jiwa serta mental anak. Mereka akan selalu diliputi rasa takut, khawatir, gagap, tidak percaya diri, takut menghadapi kegagalan, ragu-ragu dalam mengambil keputusan dan mudah marah. Gejala itu muncul akibat dari rasa dendam dan pelampiasan emosi mereka terhadap apa yang pernah mereka alami.
Di sisi lain, cara mendidik yang terlalu lunak dan memberikan kebebasan tanpa batas secara berlebihan dengan memanjakan anak akan menimbulkan keburukan dalam pembentukan pribadi anak. Anak susah untuk mandiri, ingin menang sendiri, suka mencari jalan singkat demi tercapainya keinginan.
Untuk pandangan moderat berada di antara dua cara pendidikan tersebut. Terkadang cara keras bisa dipakai sebagai salah satu usaha pendekatan, tetapi bukan satu-satunya pilihan.
Kekerasan seperti sebuah hukuman terhadap kesalahan yang dilakukan anak hanyalah sebagai solusi terakhir setelah tidak ada pilihan lain.
Anak yang berprestasi dalam dunia pendidikan bisa menjadi kebanggaan semua orang. Kebanggan itu juga akan dirasakan oleh para pendidiknya yang ada di sekolah. Namun bagi seorang anak yang gagal, merasa semua orang menyalahkan atas kegagalan yang mereka dapatkan. Padahal kegagalan itu tidaklah semata-mata kesalahan anak. Sebuah kegagalan atau kekurangan yang ada pada anak bisa juga disebabkan oleh kita sebagai pendidik yang tidak bisa meyelami dunia mereka.
Kalau kita melihat dari salah satu sisi pendidikan mereka di sekolah, anak-anak sebagian besar waktunya dihabiskan di sekolah. Tapi akankah ilmu itu mereka dapat hanya untuk mengejar intelektualitas diri, sedangkan moral terabaikan begitu saja. Hal itu bisa saja terjadi jika kita lalai dalam menjaga calon generasi negeri ini.
Bahkan sering kita lihat dan rasakan para pendidik hanya menyampaikan penjelasan secara lisan maupun tertulis tetapi sangat jarang disertai dengan pendekatan hati.
Setiap anak didik itu berbeda. Maka dari itu, seorang pendidik harus bisa memosisikan mereka. Menggunakan seni dalam mendidik sangat diperlukan.
Menurut Brian Terrisi, seorang psikolog Amerika, tatapan mata penuh kasih sayang kepada seorang anak bisa menambah kekuatan emosional dan rasa percaya diri.
Meluangkan waktu khusus untuk bisa bersama anak juga penting, apalagi bagi seorang anak yang sedikit mengalami keterlambatan dalam segi intelektualitas dirinya. Dengan cara tersebut anak merasa terdorong dan bersemangat untuk bisa lebih baik lagi.
Pendidik yang selalu ingin anak didiknya berhasil, hendaknya juga bisa mencari bakat yang kadangkala masih tersembunyi pada seorang anak. Bakat anak berbeda-beda, namun kadang kita terlalu memaksakan kehendak padahal anak tidak berbakat pada bidang yang kita inginkan. Hal itu bisa menghancurkan bakat atau potensi anak yang sesungguhnya.
Sebagai seorang pendidik, hendaknya kita bisa menyatukan hati kita dengan anak didik. Bersikap ramah, berteman, sesekali membantu mereka menyelesaikan tugas. Hal itu akan membuat anak merasa makin dekat, sehingga nilai-nilai moral dan intelektualitas yang kita harapkan ada pada anak didik niscaya akan terwujud.
Beda halnya dengan seorang pendidik yang otoriter, bawaannya tidak ramah dan tidak bersahabat. Walaupun cara menyampaikan ilmu dan nasihatnya bagus, namun hal itu sia-sia karena ilmu dan nasehat yang didengarkan oleh anak-anak masuk telinga kiri keluar telinga kanan. Tidak membekas di hati anak, apalagi untuk diaplikasikan.
Pendekatan hati terhadap anak didik mutlak diperlukan. Dengan cara itu tentunya lebih mudah memotivasi anak untuk mendapatkan prestasi yang cemerlang. Menjadi generasi yang unggul di negeri ini.
Salam
#ODOP
#EstrilookCommunity
#Day31
Tidak ada komentar
Posting Komentar